2025-02-17 | admin8

Alat Musik Bambu dari Bougainville dan Kepulauan Solomon

Musik bambu dari Bougainville dan Kepulauan Solomon menjadi sorotan saat tampil dalam Festival Seni dan Budaya Melanesia yang diadakan di Port Vila pada 19-30 Juli 2023. Dalam acara ini, bambu disusun dengan rapi untuk menghasilkan nada yang harmonis, sementara seorang penabuh memainkan alat tabuh yang terbuat dari sandal jepit, sambil menyanyikan lagu-lagu khas daerah Bougainville dan Kepulauan Solomon.

Asal Usul Musik Bambu di Bougainville

Berbeda dengan Kepulauan Solomon, musik bambu di Bougainville https://ltnailsandspafortmyers.com/ muncul akibat penindasan dan tekanan militer selama konflik internal di wilayah tersebut, khususnya terkait pemberontakan Bougainville Red Army (BRA) yang dipimpin oleh Sam Kaouna. Leonard Fong Roka, dalam artikelnya yang berjudul “Bamboo Band—War Time Music and Dance in Kieta, Bougainville”, menjelaskan bahwa sebelum krisis, alat musik bambu yang dikenal sebagai “Kabaki” dan tarian “Tari Sulaiman” belum begitu dikenal di wilayah Kieta dan Nagovis.

Namun, dengan adanya blokade militer yang diberlakukan oleh Papua New Guinea (PNG) dan Australia pada tahun 1989, minat terhadap seni tradisional mulai menurun, dan musik bambu serta tari Sulaiman menjadi simbol perlawanan dan ekspresi masyarakat Bougainville yang terus berjuang di tengah kesulitan.

Musik Bambu dan Perlawanan Selama Krisis

Krisis yang terjadi pada tahun 1989 mengubah pusat-pusat kota di Bougainville, khususnya Arawa, menjadi daerah yang terisolasi. Warga Bougainville harus bersembunyi di hutan atau di pusat-pusat perlindungan, sementara orang Papua New Guinea menguasai jalan-jalan utama. Di tengah kondisi tersebut, masyarakat Bougainville tetap mempertahankan tradisi mereka dengan menggunakan pipa PMV sebagai pengganti bambu untuk membuat alat musik, meskipun mereka sering mendapat intimidasi dari pasukan militer PNG.

Menjelang referendum 2019, yang mengarah pada kemerdekaan Bougainville, kesenian dan musik bambu kembali dihidupkan. Festival Musik Bambu juga diselenggarakan di Pulau Buka, wilayah otonomi Bougainville, dengan tujuan untuk menyatukan masyarakat Bougainville melalui musik bambu, tari, dan seni sebagai persiapan untuk referendum tersebut.

Baca Juga : https://www.theroutineband.com/lagu-viral-di-tahun-2024-yang-mendominasi-chart-dan-tiktok/

Festival Yumi Wan: Merayakan Persatuan melalui Musik Bambu

Festival Musik Bambu yang bertajuk Yumi Wan (Semua Bersatu) digelar selama empat hari di Buka, Bougainville. Festival ini dibuka secara resmi oleh Presiden Otoritas Pemerintah Bougainville (ABG), Dr. John Momis, di Bel Isi Park, kota Buka. Acara ini bertujuan untuk mempererat hubungan sosial di Bougainville melalui musik bambu dan seni budaya, sebagai bagian dari persiapan referendum yang akhirnya menghasilkan keputusan mayoritas untuk merdeka.

Musik Bambu di Raja Ampat dan Biak Numfor

Tidak hanya di Bougainville dan Kepulauan Solomon, musik bambu juga menjadi bagian penting dalam budaya Papua Barat Daya, khususnya di Kabupaten Raja Ampat. Di Kampung Saproken, masyarakat mengembangkan musik bambu dalam kelompok yang disebut “Man Kombon” yang berarti “Burung Cenderawasih” dalam bahasa setempat.

Musik bambu ini biasa dimainkan bersama dengan alat musik lain seperti gitar, ukulele, suling, dan kerang tronton, serta diiringi dengan tarian yang menggambarkan perilaku burung cenderawasih. Alat musik bambu yang digunakan terbuat langsung oleh seniman lokal, dan biasanya dimainkan dalam perayaan adat atau untuk menyambut tamu penting. Tarian dan musik bambu ini juga memiliki makna simbolis, menggambarkan keharmonisan alam dan budaya setempat.

Dengan begitu, musik bambu tidak hanya menjadi bagian dari tradisi budaya di Bougainville, Kepulauan Solomon, Raja Ampat, dan Biak Numfor, tetapi juga memiliki nilai sejarah dan simbolis yang mendalam, mencerminkan perjuangan, perlawanan, serta kebersamaan masyarakat dalam menghadapi tantangan kehidupan mereka.

Share: Facebook Twitter Linkedin